Kamis, 16 April 2020

INDIKASI PENYAKIT


INDIKASI PENYAKIT
Infectious Myonecrosis atau infeksi myonekrosis atau lebih akrab disebut dengan penyakit Myo



Tanda-tanda klinis  :  Ciri-ciri udang di tambak jika terkena myo adalah udang pucat, kemudian memerah di bagian ruas bawah sampai ekor. 
Metode diagnosa     :  Udang mengalami kram pada jaringan otot, lalu pada segmen badannya terdapat seperti gumpalan awan putih. Jika sudah parah, jaringan otot akan mati dan berwarna merah.


Sumber : ISW Group
 
A.    Patogen
Nama                :   Infectious myonecrosis virus
Tipe patogen    :   Virus
Sinonim            :   -
Karakter          :   virus RNA berutas ganda yang digolongkan dalam famili Totiviridae memiliki panjang diameter 40 nm.

B.     Dampak Patogen
  v  Toksisitas: 
Penyakit bertipe kronis (membutuhkan waktu lama hingga menyebabkan mortalitas). Baru dapat menyebabkan kematian pada hari ke 9-13 setelah infeksi. Udang dalam fase post-larva, juvenil dan dewasa pada umur 60-80 hari budidaya rentan terserang virus, potensi kematiannya 50-70% populasi udang di tambak. Rendahnya salinitas <30 juga mempercepat replikasi virus, sebaliknya pada salinitas 35 proses replikasi lebih lambat.


  v  Faktor pre-disposing: 
Perjadinya penyakit ini akan turut dipicu menurunnya kualitas air atau tidak stabilnya kualitas air, terutama fluktuasi suhu. Terdapatnya sisa pakan yang menumpuk didasar tambak akan berubah menjadi amonia sehingga sangat berpotensi menjadi racun yang mematikan udang atau setidaknya membuat udang stres dan mudah terserang penyakit.
  v  Transmisi: 
Penularan IMNV terjadi secara horizontal karena kanibalisme dan melalui air, serta penularan secara vertikal diduga terjadi dari induk ke benur.
  v  Epidemiologi: 
Di Indonesia, penyakit myonecrosis pertama kali diketahui terjadi pada udang putih dari pertambakan di Situbondo, Jawa Timur, pada tahun 2006 dengan prevalensi 11,11% dan gejala klinis serupa dengan kejadian wabah myonecrosis di Brazil pada tahun 2002. 
  v  Inang atau vektor: 
Dapat ditularkan melalui induk ke benur.
  v  Dosis infeksi: 
Belum ada data

  v  Periode inkubasi: 
Penyakit ini mulai teramati pada umur 40-60 hari.

C.    Stabilitas Dan Viabilitas
v  Kerentanan terhadap obat: 
Belum ada data
v  Kerentanan terhadap desinfektan/probiotik: 
Belum ada data
v  Inaktivasi fisik: 
Belum ada data

D.    Penanganan
  v  Peringatan dini: 
Udang mulai memucat, terdapat seperti gumpalan putih dibagian perut, kemudian memerah di bagian ruas bawah sampai ekor.
  v  Pencegahan: 
Dapat dicegah dengan memperketat sistem biosekuriti. Sejumlah langkah yang bisa dilakukan para petambak untuk meminimalisir penyakit myo, yang pertama adalah selalu gunakan benur dari indukan yang sudah terbukti bebas dari penyakit atau SPF (Specific Pathogen Free). Selanjutnya adalah penerapan biosekuriti yang ketat dalam kawasan pertambakan, kurangi kepadatan tebar benur tanpa oksigen yang cukup untuk supra intensif dan lakukan pemanenan bertahap. Biosekuriti yang dapat dilakukan contohnya pembalikan tanah tambak, pengeringan tambak selama 2 minggu, pemberian klorin yang harus di netralkan nantinya agar tidak menjadi racun yang membunuh udang. Klorin harus dibilas keluar dari tambak dengan mengalirkan air ke dalam tambak kemudian airnya dibuang. Selanjutnya dapat dilakukan penyaringan air dengan tambak tandon, serta aplikasi plankton dan probiotik dapat memutus mata rantai serangan penyakit. Langkah lainnya untuk mencegah penyakit myo dan penyakit lain masuk tambak baik melalui air, benur, maupun agen pembawa (kepiting, ikan, burung dan lainnya). Misalkan dengan memasang jaring atau plastik di dasar tambak untuk mencegah biota air seperti kepiting masuk tambak dan menggunakan alat penghalau burung. Penerapan biosekuriti juga sebaiknya dilakukan pada satu area pertambakan yang menggunakan satu saluran atau sumber air dan benur yang sama.
v  Pengobatan: 
Tidak ada vaksinasi efektif untuk IMNV. Pada awal fase infeksi ketika mortalitas masih rendah dapat dilakukan: stabilisasi kualitas air khususnya suhu, salinitas, dan pH; meningkatkan aerasi; memberikan pakan tambahan yang mengandung vitamin C; memberikan molase (25% dari FR/hari) atau diberi probiotik; dan mengurangi jumlah pakan atau menghentikan pakan sementara.
  v  Eradikasi: 
Ada baiknya dibentuk klaster pertambakan supaya ada kesepakatan pengelolaan antar petambak satu kawasan. Kesepakatan yang dimaksud, misalnya jika satu tambak terserang penyakit makan air tambaknya jangan langsung dibuang melainkan diberi perlakuan dulu seperti klorin pada air yang akan dibuang untuk meminimalisir penyebaran penyakit ke tambak lainnya.

E.     Regulasi Dan Informasi Lain
Berdasarkan Keputusan Menteri No.4/2001, impor udang vaname diizinkan untuk dibudidayakan tetapi hanya induk udang berkualitas unggul dan bebas penyakit yang boleh diimpor.


Referensi
 Amri dan Iskandar. 2012. Budidaya Udang Vaname Secara Intensif, Semi Intensif dan Tradisional. Gramedia: Jakarta.
Koesharyani, I., L. Gardenia, dan T. Mufidah. 2015. Sebaran Infeksi Taura Syndrome, Infectious Myonecrosis, dan Penaeus vannamei Nervous Virus (TSV, IMNV, PvNV) Pada Budidaya Udang Litopenaeus vannamei di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali. Journal Riset Akuakultur. 10 (3): 415-422.
Melena, J., J. Tomala, F. Panchana, I. Betancourt, and C. Gonzabay. 2012. Infectious Muscle Necrosis Etiology in the Pacific White Shrimp (Penaeus vannamei) Cultured in Ecuador. Brazilian Journal of Veterinary Pathology. 5 (1): 31-36
OIE. 2007. Infectious Myonecrosis. Aquatic Animal Disease Cards.
OIE. 2018. Manual of Diagnostic Tests for Aquatic Animals. 
Prasad, K.P., K.U. Shyam, H. Banu, K. Jeena, and R. Krishnan. 2017. Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) – An alarming viral pathogen to Penaeid shrimps. Aquaculture. 477: 99 -105
Rekasana, A., L. Sulmartiwi, dan Soedarno. 2013. Distribusi Penyakit Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV) Pada Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Pantai Utara Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 5 (1): 49-54
Rodriguez, S.A.S., B. Gomez-Gil, and A. Roque. 2009. Shrimp Disease and Molecular Diagnostic Methods.
Sarah, H., Prayitno, S.B., Haditomo, A.H.C. 2018. Studi kasus keberadaan penyakit IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) pada udang vaname (Litopenaeus vannamei) di pertambakan Pekalongan, Jawa Tengah. Jurnal Sains Akuakultur Tropis: 2(2018)1:66-72
Poulos, B.T. and D.V. Lightner. 2006. Detection of infectious myonecrosis virus (IMNV) of penaeid shrimp by reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR). Diseases of Aquatic Organisms. Vol. 73: 69–72.
Tim Peneliti Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros. ISW Group.
Taukhid and Y.L. Nur’aini. 2009. Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) in Pacific White Shrimp (Litopenaeus vannamei) in Indonesia. The Israeli Journal of Aquaculture – Bamidgeh. 61 (3): 255-262.
Zaujat, R.C., S. Setiyaningsih, A.M. Lusiastuti. 2016. Prevalensi dan Karakterisasi Molekuler Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) di Sentra Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei)  Propinsi Banten. Acta Veterinaria Indonesiana. Vol. 4, No. 2: 88-96.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar