Selasa, 07 April 2020

INDIKASI PENYAKIT Taura syndrome


INDIKASI PENYAKIT

Taura syndrome




Tanda-tanda klinis   :  Menginfeksi juvenil 0.15–5 g atau udang DOC 1–45. Udang yang terinveksi akan lemah dan mengalami disorientas. Biasanya terdapat bercak hitam pada bagian tubuh yang mengalami perubahan warna dan udang akan mengalami kematian. Seluruh permukaan tubuh berwarna kemerahan terutama bagian kipas ekor. Saluran pencernaan kosong. Kulit udang menjadi lembek dan mati saat terjadi molting.

Metode diagnosa     :  Diagnostik morfologi, histopatologi dan RT-PCR (sampel : hemolimfa, pleopod, dan insang)





A.     Patogen

Nama              : Taura Syndrome Virus
Tipe patogen  : virus
Sinonim          : -
Karakter        :  virus ini memiliki morfologi diameter 30 hingga 32 nm, dan dalam klasifikasinya virus ini termasuk kedalam golongan picornavirus.

B.     Dampak Patogen

v  Toksisitas:
Pada udang yang terkena penyakit ini khususnya pada udang fase postlarva dan juvenil, tingkat mortalitas atau kematian naik menjadi 80 hingga 95%. Menginfeksi pada umur budidaya 14-40 hari. Udang yang selamat dari kematian akibat TSV jika tumbuh besar dapat terus membawa virus dan tidak mati menjadi resisten dan sulit terkena penyakit ini lagi.
v  Faktor pre-disposing:
Pengelolaan kualitas lingkungan yang kurang baik dapat memicu virus ini, kurangnya manajemen pengelolaan air juga dapat memicu virus ini.
v  Transmisi:
Penyebaran virus ini dapat melalui air dan kontak langsung antar udang, ada juga beberapa jenis crustasean carrier yang membawa virus ini. Serangga air dan burung laut juga diindikasikan dapat menjadi karier virus.
v  Epidemiologi:
Virus ini pertama kali muncul di sungai Taura yang terdapat di Ecuador negara bagian Amerika. Penyebarannya sampai saat ini belum memasuki wilayah Asia, kebanyakan terdapat di Colombia, Peru, Brazil, Hawaii, Texas dan Florida.
v  Inang atau vektor:
Kemungkinan penyebaran virus ini dapat terjadi apabila kontrol kualitas benih impor tidak tersertifikasi, bila benih tidak tersertifikasi, peluang benih rentan penyakit sangatlah besar, beberapa jenis udang budidaya dapat menjadi inang virus ini, diantaranya Litopenaeus vannamei, Litopenaeus stylirostris, dan Penaeus monodon. Vektor potensial yang membawa virus ini adalah hewan invertebrata, burung pemakan udang, dan serangga akuatik.
v  Dosis infeksi:
Pada dosis rendah 0.05 ml dan dosis tinggi (mulai terlihat gejala klinis yang sangat jelas) 0.15 ml
v  Periode inkubasi:
Masa terjangkit hingga udang mati biasanya memiliki periode sekitar 4 hari hingga 8 hari.

C.    Stabilitas Dan Viabilitas

v  Kerentanan terhadap obat:
Belum ditemukan
v  Kerentanan terhadap desinfektan/probiotik:
Belum ditemukan
v  Inaktivasi fisik:
Belum ditemukan

D.    Penanganan

v  Peringatan dini:
Dapat dilihat secara langsung melalui bentuk atau morfologi udang, jika terdapat bercak bercak hitam pada badan udang dan bagian kipas ekor udang berwarna merah, itu menandakan bahwa udang terkena penyakit TSV.
v  Pencegahan:
Penyakit ini dapat dicegah dengan memilih benur kategori SPF (Spesific Pathogen Free) atau SPR (Spesific Pathogen Resistant), pengelolaan kualitas lingkungan yang bagus (penyebaran TSV SELALU dipicu oleh menurunnya kualitas lingkungan kolam), persiapan kolam yang memadai, persiapan air (penyediaan pakan alami), dan manajemen air dan pakan selama budidaya 
v  Pengobatan:
Dapat dilakukan langkah panen segera sebelum udang mengalami kematian atau mortalitas.
v  Eradikasi:
Adanya pengelolaan lingkungan dan kualitas air untuk mengurangi terjangkitnya virus TSV ini melalui kontrol dari parameter parameter berikut Parameter Fisika : Salinitas, Suhu, Warna, Bau, TSS, dan DHL. Parameter Kimia : pH, DO, TAN, Total Fe, Hardness, COD, BOD, dan Total Alkali. Parameter Biologi : TBC dan TVC.

E.     Regulasi Dan Informasi Lain

Belum ada informasi lebih lanjut.Menurut penelitian Wilisiani dkk (2013) jika dibandingkan dengan udang galah (Macrobrachium rosenbergii), memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap TSV, udang vannamei lebih mudah terinfeksi dalam dosis rendah.

Referensi


FAO Fisheries Technical Paper 402/2.
Ganjoor, M. 2015. A Short Review on Infectious Viruses in Cultural Shrimps (Penaeidae Family). Journal of Fisheries Science. 9 (3): 9-33.
Lightner, D.V. and R.M. Redman. 1998. Strategies for the Control of Viral Disease of Shrimp in the Americas. Fish Pathology. 33 (4): 165-180.
Lotz, J.M. 1997. Special Topic Review: Viruses, Biosecurity and Specific Pathogen-free Stocks in Shrimp Aquaculture. World Journal of Microbiology & Biotechnology. 13: 406-413.
Rodriguez, S.A.S., B. Gomez-Gil, and A. Roque. 2009. Shrimp Disease and Molecular Diagnostic Methods.
Surfianti. O., N.C. Prihartini, M. Fathoni, E.R. Ekoputri, Laminem, R.Wilis, E.Pujiastuti, Sokhib dan A.D. Koswara. 2010. Deteksi Penyakit TSV( Taura Syndrome Virus) secara PCR pada Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) dengan berbagai Ekstraksi Suhu dan Waktu Penyimpanan. Indonesian Journal of Veterinary Science & Medicine. Volume II Nomor 1 : 15-24.

Wilisiani. F., N. Rohmah, I. N. Rahmawati, N. Wijayanti. 2013. Deteksi Molekuler Infeksi Taura Syndrome Virus Pada Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) dan Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii). Jurnal Sain Veteriner. 31(2) : 243-250.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar