INDIKASI PENYAKIT
White feces disease atau penyakit berak putih atau penyakit WF
Tanda-tanda
klinis : Munculnya kotoran udang berwarna putih yang mengambang
di air atau ada di ancho, saluran hepatopankreas (di bagian perut yang biasanya
penuh terisi makanan) mengecil dan berwarna keputihan, usus kosong, nafsu makan
dan laju pertumbuhan menurun. Udang yang terinfeksi akan berwarna lebih gelap
(terutama pada insang) dan lemas.
Metode
diagnosa : Melihat
tanda-tanda yang muncul dan dapat diklarifikasi dengan membawa sampel udang ke
laboratorium untuk dilakukan uji menggunakan metode PCR.
A.
Patogen
Nama : Disebabkan oleh
bakteri Vibrio parahaemolyticus, Vibrio fluvalis, Vibrio
alginolyticus, Vibro mimicus, dan protozoa parasit yang
biasa disebut gregarin.
Tipe
patogen : Bakteri
dan protozoa
Sinonim : Bakteri Vibrio
Karakter : Merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang dan
termasuk bakteri fermentatif. Menunjukan hasil uji positif untuk uji oksidasi
dan uji katalase (Vibrio fluvalis, Vibrio , sealginolyticus, dan Vibro
mimicus), sebaliknya V. parahaemolyticus mennjukan hasil negatif untuk uji
katalase. Bakteri awalnya berinteraksi dengan inang (dalam hal ini udang)
dengan melekat pada sel inang dan diikuti masuknya ke dalam sel kemudian
dilanjutkan dengan tahap invasi dan penyebaran lokal dalam tubuh inang.
Selanjutnya bakteri akan merusak organ pencernaan udang (hepatopankreas).
B.
Dampak Patogen
v
Toksisitas:
Dapat terjadi sekitar 2 bulan (usia 50-60 hari) masa
budidaya yang dapat mengakibatkan produktivitas menurun 20-30% dan penurunan
nilai sintasan (SR). Kematian akibat penyakit ini dapat mencapai 60%.
v
Faktor pendukung:
Kualitas air yang kurang terjaga dengan baik, misalnya
salinitas yang terlalu tinggi, pemberian pakan berlebihan, kualitas pakan yang
buruk, kualitas benur yang buruk, dan meledaknya populasi alga dapat memicu
terjadinya penyakit ini terjadi pada udang.
v
Transmisi:
Bakteri masuk ke pencernaan udang bersamaan makanan
yang masuk kemudian menginfeksi hepatopankreas, dapat juga menular ke individu
lain lewat peristiwa kanibalisme. Endapan pada dasar kolam dapat menjadi media
yang baik untuk transmisi penyakit ini.
v
Epidemiologi:
Penyakit ini banyak terjadi di wilayah Jawa Tengah,
Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, Lombok, dan Sumbawa. Penyakit ini masuk ke
Indonesia pada tahun 2014.
v
Inang atau vektor:
Belum ada data.
v
Dosis infeksi:
Total vibrio > 10² CFU/ml dapat memicu terjadinya
penyakit ini.
v
Periode inkubasi:
Belum ada data.
C.
Stabilitas Dan
Viabilitas
v
Kerentanan terhadap
obat:
Belum ada data.
v
Kerentanan terhadap
desinfektan/probiotik:
Belum ada data.
v
Inaktivasi fisik:
Belum ada data.
D.
Penanganan
v
Peringatan dini:
Kualitas air yang buruk (transparansi renah [dibawah
20 cm], alkalinitas tinggi, DO rendah [< 3 ppm], total vibrio tinggi [>
10² CFU/ml], tingginya materi organik atau TOM, tingginya TAN), dan pakan
berlebih harusnya menjadi peringatan yang dapat memicu terjadinya penyakit ini.
v
Pencegahan:
Dilakukan dengan mengurangi jumlah tebar, mengurangi
penumpukan bahan organik dengan melakukan penggantian air, penggunaan klorin
dan/atau hidrogen peroksida pada saat persiapan air, menjaga kualitas air,
penggunaan bubuk bawang putih pada pakan, penggunaan probiotik untuk mengontrol
populasi bakteri Vibrio, mengontrol kestabilan warna air (berhubungan dengan
populasi fitoplankton) dengan mengatur rasio C:N:P, penggunaan benur
berkualitas (SPF atau SPR), dan kontrol pemberian pakan.
v
Pengobatan:
Jika terjadi infeksi penyakit di tambak dapat
dilakukan: segera mengurangi jumlah pakan atau menghentikan sementara pemberian
pakan, meningkatkan aerasi menggunakan kincir, tambahkan bubuk bawang putih
bersamaan pakan, dan gunakan probiotik dengan dosis 3x dari penggunaan normal.
v
Eradikasi:
Menjelaskan upaya untuk menghentikan penyakit ini
setelah terjadi infeksi yang parah dan telah dilakukan panen total dan kemudian
untuk mencegah muncul lagi di musim yang akan datang. Termasuk menjelaskan
upaya eradikasi fasilitas tambak (terpal/LDPE/HDPE, kolam tandon), personel
tambak, cara menangani udang yang terinfeksi, hingga peralatan yang digunakan
(jaring, ancho, kincir, dll).
E.
Regulasi Dan
Informasi Lain
Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan
Perikanan mengantisipasi dengan mendorong penggunaan udang vaname hasil
breeding asli Indonesia. Salah satunya yang dihasilkan oleh Balai Produksi
Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIU2K) Karangasem-Bali udang ini bebas dari
penyakit berak putih saat mewabah di Banyuwangi.
Referensi
OIE. 2018. Manual
of Diagnostic Tests for Aquatic Animals.
Thitamade,
S. 2016. Review of current disease threats for
cultivated penaeid shrimp in Asia. Aquaculture. 452: 69–87
Thong,
P.Y. White Faeces Disease in Shrimp. Shrimp
Culture.
UPT DJPB.
2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar