INDIKASI PENYAKIT
Taura syndrome
Tanda-tanda
klinis : Menginfeksi
juvenil 0.15–5 g atau udang DOC 1–45. Udang yang terinveksi akan lemah dan
mengalami disorientas. Biasanya terdapat bercak hitam pada bagian tubuh yang
mengalami perubahan warna dan udang akan mengalami kematian. Seluruh permukaan
tubuh berwarna kemerahan terutama bagian kipas ekor. Saluran pencernaan kosong.
Kulit udang menjadi lembek dan mati saat terjadi molting.
Metode diagnosa : Diagnostik
morfologi, histopatologi dan RT-PCR (sampel : hemolimfa, pleopod, dan insang)
A. Patogen
Nama : Taura Syndrome Virus
Tipe patogen : virus
Sinonim : -
Karakter : virus ini memiliki morfologi diameter 30 hingga 32 nm, dan dalam klasifikasinya virus ini
termasuk kedalam golongan picornavirus.
B. Dampak
Patogen
v
Toksisitas:
Pada udang yang terkena penyakit ini
khususnya pada udang fase postlarva dan juvenil, tingkat mortalitas atau
kematian naik menjadi 80 hingga 95%. Menginfeksi pada umur budidaya 14-40 hari.
Udang yang selamat dari kematian akibat TSV jika tumbuh besar dapat terus
membawa virus dan tidak mati menjadi resisten dan sulit terkena penyakit ini
lagi.
v
Faktor pre-disposing:
Pengelolaan kualitas lingkungan yang
kurang baik dapat memicu virus ini, kurangnya manajemen pengelolaan air juga
dapat memicu virus ini.
v
Transmisi:
Penyebaran virus ini dapat melalui air
dan kontak langsung antar udang, ada juga beberapa jenis crustasean carrier
yang membawa virus ini. Serangga air dan burung laut juga diindikasikan dapat
menjadi karier virus.
v
Epidemiologi:
Virus ini pertama kali muncul di
sungai Taura yang terdapat di Ecuador negara bagian Amerika. Penyebarannya
sampai saat ini belum memasuki wilayah Asia, kebanyakan terdapat di Colombia,
Peru, Brazil, Hawaii, Texas dan Florida.
v
Inang atau vektor:
Kemungkinan penyebaran virus ini dapat
terjadi apabila kontrol kualitas benih impor tidak tersertifikasi, bila benih
tidak tersertifikasi, peluang benih rentan penyakit sangatlah besar, beberapa
jenis udang budidaya dapat menjadi inang virus ini, diantaranya Litopenaeus
vannamei, Litopenaeus stylirostris, dan Penaeus monodon. Vektor potensial yang
membawa virus ini adalah hewan invertebrata, burung pemakan udang, dan serangga
akuatik.
v
Dosis infeksi:
Pada dosis rendah 0.05 ml dan dosis
tinggi (mulai terlihat gejala klinis yang sangat jelas) 0.15 ml
v
Periode inkubasi:
Masa terjangkit hingga udang mati
biasanya memiliki periode sekitar 4 hari hingga 8 hari.
C. Stabilitas
Dan Viabilitas
v
Kerentanan terhadap obat:
Belum ditemukan
v
Kerentanan terhadap desinfektan/probiotik:
Belum ditemukan
v
Inaktivasi fisik:
Belum ditemukan
D. Penanganan
v
Peringatan dini:
Dapat dilihat secara langsung melalui
bentuk atau morfologi udang, jika terdapat bercak bercak hitam pada badan udang
dan bagian kipas ekor udang berwarna merah, itu menandakan bahwa udang terkena
penyakit TSV.
v
Pencegahan:
Penyakit ini dapat dicegah dengan
memilih benur kategori SPF (Spesific Pathogen Free) atau SPR (Spesific Pathogen
Resistant), pengelolaan kualitas lingkungan yang bagus (penyebaran TSV SELALU
dipicu oleh menurunnya kualitas lingkungan kolam), persiapan kolam yang
memadai, persiapan air (penyediaan pakan alami), dan manajemen air dan pakan
selama budidaya
v
Pengobatan:
Dapat dilakukan langkah panen segera
sebelum udang mengalami kematian atau mortalitas.
v
Eradikasi:
Adanya pengelolaan lingkungan dan
kualitas air untuk mengurangi terjangkitnya virus TSV ini melalui kontrol dari
parameter parameter berikut Parameter Fisika : Salinitas, Suhu, Warna, Bau,
TSS, dan DHL. Parameter Kimia : pH, DO, TAN, Total Fe, Hardness, COD, BOD, dan
Total Alkali. Parameter Biologi : TBC dan TVC.
E. Regulasi
Dan Informasi Lain
Belum ada informasi lebih
lanjut.Menurut penelitian Wilisiani dkk (2013) jika dibandingkan dengan udang
galah (Macrobrachium rosenbergii), memiliki ketahanan lebih tinggi
terhadap TSV, udang vannamei lebih mudah terinfeksi dalam dosis rendah.
Referensi
FAO Fisheries Technical Paper 402/2.
Ganjoor, M. 2015. A Short Review on Infectious Viruses in Cultural Shrimps (Penaeidae
Family). Journal of Fisheries Science. 9 (3): 9-33.
Lightner, D.V. and
R.M. Redman. 1998. Strategies for the Control of
Viral Disease of Shrimp in the
Americas. Fish Pathology. 33 (4): 165-180.
Lotz, J.M. 1997. Special Topic Review: Viruses, Biosecurity
and Specific Pathogen-free Stocks in Shrimp Aquaculture. World Journal of
Microbiology & Biotechnology. 13: 406-413.
Rodriguez, S.A.S., B.
Gomez-Gil, and A. Roque. 2009.
Shrimp Disease and Molecular Diagnostic Methods.
Surfianti. O., N.C.
Prihartini, M. Fathoni, E.R. Ekoputri, Laminem, R.Wilis, E.Pujiastuti, Sokhib
dan A.D. Koswara. 2010. Deteksi
Penyakit TSV( Taura Syndrome Virus) secara PCR pada Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) dengan berbagai
Ekstraksi Suhu dan Waktu Penyimpanan. Indonesian Journal of Veterinary
Science & Medicine. Volume II Nomor 1 : 15-24.
Wilisiani. F., N.
Rohmah, I. N. Rahmawati, N. Wijayanti. 2013.
Deteksi Molekuler Infeksi Taura Syndrome Virus Pada Udang Vanamei (Litopenaeus
vannamei) dan Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii). Jurnal
Sain Veteriner. 31(2) : 243-250.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar