HAMA DAN
PENYAKIT
PADA
BUDIDAYA BAWAL BINTANG
A. LATAR BELAKANG
Kendala utama pada usaha
pembesaran ikan Bawal Bintang adalah terjadinya serangan hama, penyakit ikan
dan infestasi parasit. Penyakit didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat menyebabkan
ketidak normalan struktur dan fungsi atau terjadinya perubahan anatomi kimia
ataupun fisiologis yang ditunjukkan oleh organisme melalui tanda-tanda yang
spesifik maupun tidak spesifik. Penyakit terjadi akibat adanya interaksi antara
inang, patogen dan lingkungan yang tidak seimbang. Kondisi lingkungan yang
tidak optimum dapat menimbulkan stress dan menyebabkan penurunan daya tahan
tubuh ikan terhadap penyakit. Untuk itu perlu dilakukan monitoring secara rutin
untuk mengetahui kondisi kesehatan ikan, sehingga dapat dilakukan upaya
pengendalian sedini mungkin apabila terjadi serangan penyakit. Sedangkan
serangan hama pada kegiatan budidaya ikan biasanya tidak separah serangan
penyakit ikan.
Hama biasanya berukuran lebih
besar dibandingkan ikan yang dibudidayakan dan secara langsung maupun tidak
langsung dapat mengganggu, membunuh dan memangsa ikan. Hama yang biasa dijumpai
pada pembesaran ikan Bawal Bintang dikatagorikan dalam jenis kompetitor
(pesaing) dan predator (pemangsa).
Serangan hama dan penyakit pada
pembesaran ikan Bawal Bintang apabila tidak segera dilakukan penanganan akan
menyebabkan penurunan produksi sehingga akan merugikan para pembudidaya.
B.
JENIS
HAMA DAN PENYAKIT
1. Jenis Hama
Jenis
hama yang dijumpai pada pembesaran ikan Bawal Bintang :
a.
Kompetitor (pesaing)
Organisme ini menimbulkan persaingan dengan Bawal
Bintang yang dipelihara dalam hal mendapatkan makanan, oksigen, dan ruang
gerak. Organisme pesaing bisa berupa alga, kerang-kerangan, teritip, kepiting
dan lumut yang semuanya biasa menempel pada jaring
b.
Predator (pemangsa)
Hama pemangsa atau predator adalah organisme yang
dapat memangsa ikan budidaya. Sebagai pemangsa, hama ini memangsa ikan sebagai
makanannya. Predator atau pemangsa pada usaha pembesaran Bawal Bintang biasanya
dijumpai burung Camar.
c.
Perusak sarana
Hama perusak sarana adalah organisme yang dapat
menimbulkan kerusakan sarana budidaya. Organisme yang termasuk perusak sarana
budidaya, misalnya ikan buntal yang memiliki sifat merobek jaring KJA.
2. Jenis Penyakit
Pada umumnya timbulnya penyakit pada pembesaran
ikan Bawal Bintang disebabkan karena kurangnya penerapan pengelolaan kesehatan
ikan dan lingkungan. Kondisi lingkungan yang kurang mendukung seperti jarring
kotor, tidak pernah atau jarang dilakukan perendaman air tawar dan kebersihan
sekitar KJA yang kurang diperhatikan, akan memicu timbulnya serangan penyakit.
Beberapa jenis penyakit yang sering menyerang pada pembesaran ikan Bawal
Bintang antara lain: a. Penyakit parasitik
Penyebab
:
1. Parasit
Metazoa
a) Trematoda
Insang : Pseudorhabdo synocus sp., Diplectanum sp. dan Haliotrema sp.
b) Trematoda
kulit : Benedenia sp.
2. Protozoa
a)
Ichthyophthirius
multifillis
b)
Cryptocaryon
irritans
c)
Amyloodinium
ocellatum
d)
Trichodina
sp.
50
3. Isopoda
a)
Rhexanella
sp.
b)
Caligus sp.
c)
Hirudinae (Lintah ) : Zeylanicobdella sp.
b.
Penyakit bakterial
Biasanya penyakit bakterial
timbul sebagai infeksi sekunder akibat infestasi parasit yang tidak segera
dilakukan penanganan ataupun infeksi primer. Gejala penyakit yang disebabkan
oleh infeksi bakteri sangat tergantung pada pathogenesis bakteri yang
menyerang. Berdasarkan kemampuannya menyebar kebagian-bagian tubuh ikan,
infeksi bakteri dapat bersifat lokal atau sistemik. Sedangkan berdasarkan waktu
serangnya dapat bersifat akut atau kronis. Penyakit bakterial yang umum
menyerang pada pembesaran ikan Bawal Bintang adalah vibriosis. Vibriosis
merupakan penyakit yang disebabkan oleh Vibrio
spp. Terdapat dua bentuk vibriosis, yaitu external haemorragi and dermatitis vibriosis dan
gastrointestinal vibriosis. Padaexternal
haemorragi and dermatitis vibriosis, ikan menunjukkan gejala-gejala
eksternal yang khas. Sedangkan pada gastrointestinal vibriosis
tidak ditemukan gejala eksternal kecuali tubuh
menjadi lebih gelap. Jenis bakteri vibrio
yang biasa menginfeksi adalah V.
algynolitycus, V. vulnivicus, V parahaemolyticus dan V. ordalli, selain itu teridentifikasi bakteri Tenacibaculum maritinum. Ikan yang terinfeksi bakteri tersebut
mengalami perubahan morfologi pada insang, berupa gumpalan berwarna kuning
kecoklatan.
Pada umumnya kasus infeksi
bakterial ditandai dengan perubahan makroskopis organ dalam berupa nekrosis
multi fokal pada organ hati, diikuti dan/ atau tidak pembengkakan organ limpa
dan ginjal.
c. Penyakit
Viral
1. Infeksi
iridovirus
Kondisi ikan yang prima pada kasus infeksi iridovirus, infeksi bersifat
kronis dengan kematian yang relatif rendah. Morbiditas dan mortalitas
bervariasi, antara 30 sampai dengan 100%, tergantung spesies, umur, infeksi
lain yang menyertai serta kondisi lingkungan.
2.
Infeksi VNN
Terjadi terutama sepanjang periode pembenihan larva
dan proses budidaya ikan berlangsung. VNN merupakan penyakit berbahaya dapat
menyerang stadia larva, juvenile, pembesaran dan induk. Kematian yang
disebabkan virus ini dapat mencapai 100% pada stadia larva, tetapi tidak demikian
pada stadia juvenile dan fingerling serta induk.
d.
Penyakit non infeksi
Penyakit yang disebabkan oleh
bukan jasad hidup/ organism patogen, antara lain disebabkan oleh perubahan
lingkungan seperti kepadatan ikan terlalu tinggi, penanganan, variasilingkungan
(oksigen, suhu, ph, salinitas, dsb), biotoksin (toksin alga, toksin
zooplankton, dsb), pollutan, rendahnya mutu pakan dan lain-lain.
C. CARA PENANGGULANGAN
1.
Hama
a. Kompetitor (pesaing)
Untuk menanggulangi hama jenis
kompetitor di KJA, bisa mengganti jaring yang telah ditempeli alga, lumut,
teritip, dan kerang-kerangan dengan jarring baru. Dengan demikian, sirkulasi
oksigen dan sinar matahari tidaka kan terhalang oleh organism tersebut. Untuk
jaring yang memiliki mata jaring 1 inci, dibutuhkan waktu untuk ganti jaring
sekitar 2 minggu, sedangkan untuk mata jaring berukuran 2 inci dibutuhkan waktu
ganti sekitar 3-4 minggu tergantung kondisi perairan di lokasi budidaya.
b. Predator
(pemangsa)
Untuk menanggulangi hama burung,
bisa menggunakan tutup/ paranet pada permukaan KJA agar tidak menyambar ikan.
c.
Perusak sarana
Untuk mengantisipasi ikan Buntal
sebagai salah satu hama perusak sarana, sebaiknya dipilih lokasi yang dasar
perairannya tidak terlalu dekat dengan dasar KJA, minimal 1 m. Habitat ikan
Buntal adalah dasar perairan (demersal) sehingga akan memancingnya untuk
menyerang KJA jika jarak dasar perairan dengan KJA terlalu dekat.
2. Penanganan penyakit parasitik :
a. Trematoda Insang : Pseudorhabdo synocus sp., Diplectanum sp. dan Haliotrema sp. Perendaman formalin 25 – 30 ppm selama 30-60 menit
(disesuaikan dengan ukuran dan kondisi ikan Bawal Bintang), dilakukan 3 hari
berturut-turut disertai aerasi kuat
b.
Trematoda kulit : Benedenia sp.
- Perendaman air tawar selama 5-10 menit (disesuaikan dengan ukuran dan
kondisi ikan Bawal Bintang), dilakukan 3 hari berturut-turut, disertai aerasi
kuat.
- Perendaman H2O2 150 ppm selama 10-15 menit
(tergantung ukuran dan kondisi ikan Bawal Bintang)
c. Protozoa
Perendaman formalin 37%, 25 – 30 ppm selama 30-60 menit (tergantung
ukuran dan kondisi ikan Bawal Bintang), dilakukan 3 hari berturut-turut
disertai aerasi kuat
d. Rhexanella
Diambil
satu per satu dengan menggunakan pinset
e. Caligus sp.
Perendaman air tawar selama 5-10 menit (tergantung ukuran dan kondisi
ikan Bawal Bintang), dilakukan 3 hari berturut-turut, disertai aerasi kuat
3. Penanganan infeksi bakteri
Untuk penanganan penyakit akibat
infeksi bakteri dapat dilakukan pemberian anti bakteri dengan dosis sesuai pada
kemasan. Sebaiknya penggunaan anti bakteri disesuaikan dengan jenis bakteri
yang menyerang. Untuk menambah dan mempertahankan daya tahan tubuh ikan, perlu
ditambahkan multivitamin dan vit C. Penggunaan obat-obatan disarankan yang
telah terdaftar KKP. Saat ini upaya pencegahan serangan penyakit akibat infeksi
Vibriosis dapat dilakukan melalui vaksinasi.
4. Penangan infeksi virus
Sampai saat ini belum ada
pengobatan untuk serangan penyakit akibat infeksi virus. Sebagai tindakan
pencegahan dapat dilakukan dengan pemilihan benih yang bebas virus, pengelolaan
kesehatan ikan dan lingkungan secara terpadu serta monitoring secara berkala,
sehingga dapat diketahui apabila terjadi serangan penyakit sedini mungkin.
Upaya pencegahan untuk infeksi iridovirus dapat dilakukan dengan vaksin inaktif
iridovirus.
Pencegahan merupakan langkah
paling ideal untuk pengendalian penyakit pada perikanan budidaya. Strategi pencegahan
penyakit secara dini yang diyakini lebih fektif dan prospektif adalah melalui vaksinasi. Program vaksinasi untuk
mencegah beberapa penyakit
potensial pada perikanan
budidaya. Keberhasilan vaksin
akan menumbuhkan system kekebalan
(immune) spesifik yang secara alamiah bekerja untuk mempertahankan tubuh dari
serangan agensia penyakit tertentu
5. Penangan penyakit non infeksi
Penanganan
penyakit non infeksi dapat dilakukan dengan menerapkan alternative
strategi
pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan melalui upaya pencegahan antara lain
biosecurity, probiotik, manajemen pakan,
terapi herbal dan monitoring.
DAFTAR
PUSTAKA
Afriantono, E dan
EviLiviawaty.1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius, Yogyakarta.
Anonim.2005., Pengendalian Hama
dan Penyakit Ikan. Publikasi oleh Direktur Kesehatan Ikan dan Lingkungan. DKP.
Jakarta.
Cameron, A. 2002. Survey Toolbox
for Aquatic Animal Diseases. A Practical Manual and Software Package. ACIAR
Monograph, No. 94, 375p.
Ditkeskanling. 2013. Pedoman Penggunaan Vaksin. Jakarta
:Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, DJPB – KKP.
Gilda,
D., Lio – Po and Leobert, D.P. (2009) Viral Disease Chapter I.
http://rfdp.seafdec.org.ph. Diakses
27 Februari 2013.
Irianto.A.(2005).
Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Koesharyani I, D. Roza, K.
Mahardika, F. Johnny, Zafran. 2001. Manual for Fish Diseases Diagnosis II
Marine Fish and Crustacean Diseases in Indonesia
Johnny.F. dan D.Roza.2002. Kejadian Penyakit Pada Budidaya Ikan Kerapu dan
Upaya Pengendaliannya. Laporan Hasil Penelitian Balai Besar Riset Perikanan
Budidaya Laut Gondol. Bali.14 hal.
Smail,
D.M.; and Munro, A.L.S.(1989). The Virology of Teleost.Dalam : Roberts, R.J.
(Ed.).
Fish Pathology. Second Ed. Bailliere Tindall, London. Hal : 173241
Zafran, I. Koesharyanidan F.
Johny.1998. Manual for Fish Diseases Diagnosis Marine Fish and Crustacean
Diseases in Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar