Selasa, 24 Maret 2020

PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA KERAPU


PEMILIHAN LOKASI
BUDIDAYA KERAPU


A.          LATAR BELAKANG

Ikan kerapu merupakan ikan ekonomis penting yang memiliki potensi pasar yang cukup baik dengan meningkatnya permintaan dari pasar domestik dan luar negeri. Dengan semakin banyaknya permintaan ikan kerapu untuk pasaran domestik dan internasional, maka membuka peluang usaha untuk penyediaan benih ikan kerapu.

Saat ini kemajuan teknologi produksi benih ikan kerapu secara masal sudah mantap

dan sudah diadopsi oleh para pelaku budidaya . Akan tetapi selain keberhasilan teknologinya , salah satu faktor pendukung yang menunjang dalam keberhasilan usaha pembenihan kerapu ini adalah penentuan pemilihan lokasi yang tepat. Pemilihan lokasi yang tepat akan memudahkan operasional serta menjamin keberlanjutan usaha . Oleh karena itu dalam pemilihan lokasi harus mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan persyaratan lokasi. secara umum dalam pemilihan lokasi harus mempertimbangkan faktor teknis dan non teknis.



B.           FAKTOR TEKNIS

Faktor teknis adalah segala persyaratan yang harus dipenuhi dalam kegiatan pembenihan kerapu dan berhubungan langsung ke aspek teknis, seperti sumber air (laut dan tawar), dasar perairan, kualitas tanah, elevasi lahan dan pasang surut.

1.            Sumber air dan dasar perairan

Kuantitas dan kualitas sumber air sangat menentukan keberhasilan pembenihan, tak terkecuali dengan sumber air tawar yang juga merupakan kebutuhan pokok. Sumber air harus bebas dari polusi rumah tangga, industri ,perikanan dan pertanian. Air tawar diperlukan untuk membersihkan peralatan kerja, sanitasi lingkungan dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Dilihat dari segi kualitas, sumber air laut harus jernih dan bersih secara visual sepanjang tahun. Dengan perairan pantai dengan dasar perairan pasir atau berkarang, pada umumnya jernih dan merupakan lokasi pengambilan air laut yang baik. Sedangkan pada jenis pantai yang berlumpur memiliki air yang keruh dan cenderung bersifat asam oleh karena itu perlu dihindari. Kejernihan suatu perairan belum tentu memberikan jaminan kualitas air yang baik. Akan tetapi kejernihan setidaknya cukup menduga secara fisik menunjukkan air yang baik. Untuk benar-benar memastikan kualitas air yang baik maka perlu dilakukan pemeriksaan parameter kimia dan biologi.


  

Gambar 1. Sumber Air Laut yang Bersih sangat Menentukan Keberhasilan Hatchery.


Beberapa parameter kimia yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi pembenihan meliputi oksigen terlarut (DO), salinitas, pH, BOD, COD, amoniak, nitrit, nitrat, logam berat serta bahan-bahan polutan. Beberapa parameter yang perlu diperhatikan adalah kecerahan, kekeruhan, suhu, warna, bau, benda terapung dan kepadatan tersuspensi. Sedangkan parameter biologi perairan yang menjadi pertimbangan adalah kesuburan perairan yang meliputi kelimpahan dan keragaman fitoplankton dan zooplankton, keberadaan mikroorganisme pathogen dan biologi lain yang ada di perairan. Berikut disajikan baku mutu air laut untuk biota laut (Budidaya Perikanan) menurut Kep. MENKLH No. KEP–02/ Men. KLH/ 1/1998 yang tercantum pada Tabel 2.


  
Tabel 2. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut (Budidaya Perikanan)




Baku Mutu
Metode Analisis
No
Parameter
Satuan



Diperboleh-
Diingin-




kan
kan







(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)









FISIKA


1
Warna
Cu, Color
≤ 50
≤ 30
Kolorimetrik/
unit
Spektrofotometrik










2
Bau
-
Alami
Nihil
Organoleptik






3
Kecerahan
Meter
≥ 3
≥ 5
Visual








Nephelome



4
Kekeruhan
tric
C 30
≤ 5
Nephelometric/
Turbidity
Helige turbidimetrik






Unit









(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
5
Padat tersuspensi
Mb/l
≤ 80
≤ 25
Penimbangan






6
Benda Terapung
-
Nihil
Nihil
Visual






7
Lapisan Minyak
-
Nihil
Nihil
Visual






8
Suhu
oC
Alami
Alami
Pemuaian



KIMIA








1
pH
-
6 – 9
6,5 – 8,5
Elektrometrik







2
Salinitas
± 10 % Alami
Alami
Konduktivitimetrik/
Argentometrik
















Titrimetrik Winkler/
3
Oksigen
mg/L
> 4
> 6
Elektrokimiawi dan





inkubasi 5 hari






4
BOD5
mg/L
≤ 45
≤ 25
Titrimetrik Winkler/
Elektrokimiawi











5
COD Bikromat
mg/L
≤80
≤40
Titrimetrik Frank J.
Baumann (Refluksi)











6
Amonia
mg/L
≤1
≤0,3
Biru Indofenol






7
Nitrit
mg/L
Nihil
Nihil
Diazotasi






8
Sianida(Cn)
mg/L
0,20
≤0,5
Spectofotometrik






9
Sulfida(H2S)
mg/L
≤0,03
≤0,01
Kolotimetrik






10
Minyak Bumi
mg/L
≤5
Nihil
Spectofluoritmetrik






11
Senyawa fenol
mg/L
≤0,002
Nihil
Spectofluoritmetrik






12
Pestisida
mg/L
≤0,02
Nihil
Kromatografi Gas
Organoklorin
Cair










13
Polikhlorinated
mg/L
≤1,0
Nihil
Kromatografi Gas
Bifenil (PCD)
Cair










14

Sulfaktan
mg/L

-
-
Spectrofotometrik

(Detergen)
MBAS
















15

Logam-Semilogam
mg/L

≤0,003
0,0001
Reduksi/Penguapan


Dingin,Spektroskopi



















-Raksa(Hg)




Serapan Atom

















Ko-presipitasi


-Cr (Heksavalen)
mg/L

≤0,01
0,00004
Spektroskopi








Serapan











-Ar (Arsen)
mg/L

≤0,01
0,0026
Atom











-Selenium
mg/L

≤0,005
0,00045
Reduksi dengan



Nyala Hidrogen



















-Cadmium
mg/L

≤0,01
0,00002
Ekstraksi Solven











-Tembaga
mg/L

≤0,06
0,001
Ekstraksi Solven











-Timbal
mg/L

≤0,01
0,00002
Spektrofotometrik



Serapan Atom

















(1)

(2)

(3)

(4)
(5)
(6)











-Seng
mg/L

≤0,1
0,002
Ekstraksi Solven











-Nikel
mg/L

≤0,002
0,007
Ekstraksi Solven











-Perak
mg/L

≤0,05
0,0003
Ekstraksi Solven















Biologi











1

E. Coloform

Sel/100 ml

≤ 1000
Nihil
MPN/Tabung



Permentasi

















2

Patogen

Sel/100 ml

Nihil
Nihil
Biak Murni









3

Plankton

-

Tidak
Tidak
Pencacahan



blomming
bloong





















Radio Nuklida










1

δ

pCi/l

≤1
Nihil
Pencacahan









2

β

pCi/l

≤100
Nihil
Pencacahan









3

Sr - 90

pCi/l

≤1
Nihil
Pencacahan









4

Ra - 226

pCi/l

≤3
Nihil
Pencacahan











Dari beberapa parameter fisika, kimia maupun biologi air laut diatas, pada dasarnya ada beberapa parameter yang menjadi prioritas, diantaranya adalah : kecerahan, salinitas, logam berat, pH, suhu, BOD, nitrit (NO2-N), amoniak (NH3-N), oksigen terlarut, bahan organik dan sumber polutan (pencemaran).




a. Kecerahan

Perairan yang jernih secara visual menandakan adanya kualitas air yang baik karena dalam air yang jernih umumnya kandungan partikel-partikel terlarutnya rendah. Pada air yang kecerahannya tinggi, beberapa parameter kualitas air lain yang terkait erat dengan bahan organik seperti pH, NO2-N, H2S, dan NH3-N cenderung rendah atau layak untuk lokasi pembenihan.


Kekeruhan suatu perairan umumnya disebabkan oleh 2 faktor yaitu : blooming plankton dan tersuspensinya partikel tanah. Partikel penyebab kekeruhan dapat menempel pada insang sehingga mengganggu pernapasan organisme air. Kekeruhan juga dapat menyebabkan gangguan pada penetrasi cahaya yang masuk dalam media air, sehingga dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton. Dalam kadar yang terlalu pekat dapat mengakibatkan kematian.




Gambar 4. Perairan yang keruh kurang layak untuk di jadikan lokasi hatchery.


b. Salinitas

Ikan kerapu khususnya Kerapu Macan dan Bebek diketahui dapat hidup diperairan karang. Umumnya salinitas di perairan karang adalah 30–35 ppt. Oleh karena itu lokasi hendaknya tidak berdekatan dengan muara sungai besar, karena pada lokasi demikian salinitas air laut umumnya fluktuatif . Pada musim kemarau salinitas sangat tinggi, sedangkan pada musim penghujan pengaruh air tawar dari sungai akan menurunkan salinitas secara drastis. Salinitas air yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan kerapu dapat mengganggu kesehatan dan pertumbuhannya. Karena secara fisiologis salinitas akan mempengaruhi fungsi organ osmoregulator ikan. Perbedaan salinitas air media dengan tubuh ikan akan menimbulkan gangguan keseimbangan. Hal ini mengakibatkan sebagian besar energi yang tersimpan dalam tubuh ikan digunakan untuk penyesuaian diri terhadap kondisi yang kurang  mendukung tersebut, sehingga dapat merusak sistem pencernaan dan transportasi zat-zat makanan dalam darah.


c. Logam Berat

Logam berat adalah logam-logam yang secara harfiah “berat” dengan densitas >5 gr/cm3. Beberapa diantaranya merupakan unsur esensial bagi tubuh (Mn, Mo, Se, Cu, Zn, Co), tetapi banyak pula yang sama sekali tidak dibutuhkan dalam proses metabolisme (Cd, Pb dan Hg). Terhadap jenis logam yang disebutkan terakhir ini tubuh dapat menyerapnya dalam jumlah tak terbatas karena tidak ada mekanisme tubuh yang dapat mengenali dan menentukan batasnya.


Keberadaan logam berat pada suatu perairan sering dijadikan indikator pencemaran limbah industri padahal tidak selamanya demikian karena hal ini tergantung pada kadarnya. Logam berat dalam bentuk ion atau komponen tertentu mudah larut dalam air, sehingga dapat diserap tubuh ikan. Di dalam tubuh, ion berikatan dengan enzim dan menghambat fungsinya. Senyawa kompleks logam berat dalam tubuh tidak dapat dicerna, maka terjadilah bioakumulasi yang kemudian mengakibatkan biomagnifikasi. Meskipun latar belakang konsentrasi logam berat dimasing-masing perairan berbeda, pada umumnya dianggap bahwa kadar normal logam berat di air tercemar ±1µg/l, kecuali Zn ±10 µg/l (Moss, 1980). Untuk keperluan penentuan lokasi pembenihan kerapu tikus, akan lebih aman jika perairan calon lokasi terbebas dari logam-logam berat. Hal ini untuk menghindari segala kemungkinan negatif yang dapat ditimbulkan oleh akibat adanya logam berat tersebut.


d. Derajat Keasaman (pH)

Reaksi asam basa sangat berarti bagi lingkungan, karena semua proses biologi hanya akan terjadi dalam kisaran pH optimum. Derajat keasaman air laut umumnya alkalis yaitu antara 7–9. Hal ini disebabkan di dalam massa air laut terdapat sistem penyangga (Buffer system). Derajat kesaman yang terlalu rendah umumnya karena adanya pengaruh dari pH tanah dasar dari perairan tersebut dan juga oleh adanya beberapa proses kimiawi. Menurut Boyd (1982), dekomposisi bahan organik dan respirasi akan menurunkan kandungan oksigen terlarut, sekaligus menaikkan kandungan CO2 bebas sehingga mengakibatkan turunnya pH air. Beberapa contoh yang dapat diakibatkan oleh pengasaman air antara lain:

-          Amoniak bersifat racun bagi ikan dan organisme lain. Perbandingan ammonium : ammonia tergantung pada pH.
   
-        Karbondioksida (CO2) juga racun bagi ikan, perbandingan hidrogen Karbonat : CO2 juga tergantung pada pH.

-        Fertilitas telur ikan dan zooplankton sangat tergantung pada pH air.

-       Semua proses biologi mempunyai kisaran pH optimum biasanya antara 6-8, jadi pertumbuhan alga, dekomposisi mikrobiologi, nitrifikasi dan denitrifikasi juga dipengaruhi pH.

-          Pada pH rendah, ikatan logam berat dengan tanah atau sediment sangat cepat dan mudah terlepas.

-          Kematian organisme perairan dapat terjadi pada pH 4 dan 11 (Brotohadikusumo, 1997).


Dalam pemilihan lokasi untuk pembenihan ikan kerapu, cara yang paling sederhana untuk menilai pH adalah pada keberadaan padang lamun, koral maupun hutan bakau, yang pada umumnya memiliki pH optimum.


e. Suhu

Suhu secara langsung berpengaruh terhadap proses metabolisme ikan. Pada suhu tinggi metabolisme ikan dipacu, sedangkan pada suhu yang lebih rendah proses metabolisme diperlambat. Bila keadaan seperti ini berlangsung lama, maka akan mengganggu kesehatan ikan. Sedangkan secara tidak langsung suhu air yang tinggi menyebabkan oksigen dalam air menguap, akibatnya ikan akan kekurangan oksigen.


f. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

BOD sangat erat kaitannya dengan eutrofikasi, yaitu suatu proses pengkayaan zat hara di perairan (terutama oleh fosfat dan nitrat) yang mengakibatkan habisnya gas oksigen terlarut. Zat-zat pengikat oksigen kebanyakan adalah zat kimia organik. Zat kimia organik ini banyak dimanfaatkan sebagai hara atau sumber energi oleh mikroorganisme. Dalam proses metabolisme mikroba tersebut, zat kimia organik ini atau hara diuraikan menjadi senyawa yang lebih sederhana, dan pada akhirnya menjadi elemen an organik dan gas. Reaksi biokimia ini dapat terjadi karena adanya oksigen terlarut. Oleh karena itu zat kimia organik tadi disebut sebagai zat-zat yang menimbulkan kebutuhan akan oksigen (BOD). Semakin tinggi angka BOD suatu bahan air, semakin berat derajat pencemaran organik air tersebut, karena di dalamnya terdapat sedemikian banyak zat organik yang memerlukan oksigen dalam kelanjutan proses dekomposisinya.

   
Angka BOD antara lain tergantung pada jumlah dan jenis zat hara, zat kimia lain, jumlah dan tipe mikroba, suhu serta pH. Zat hara tersebut dapat berasal dari beragam kegiatan pertanian atau pemupukan, peternakan, deterjen, erosi dan limbah industri tertentu. Pengukuran BOD seperti halnya COD juga dimaksudkan untuk mengetahui kandungan bahan organik dalam suatu perairan serta untuk mengetahui sampai seberapa berat beban polutan yang terjadi di perairan calon lokasi yang akan dipilih.


g. Amoniak dan Nitrit

Amoniak (NH3-N)) yang terkandung dalam suatu perairan merupakan salah satu hasil dari proses penguraian bahan organik. Amoniak ini berada dalam suatu bentuk amoniak tak ber-ion (NH3) dan amoniak ber-ion (NH4). Amoniak tak ber-ion bersifat racun sedangkan amoniak ber-ion tidak. Menurut Boyd (1982), tingkat keracunan amoniak tak ber-ion berbeda-beda untuk setiap spesies, tetapi pada kadar 0,6 mg/l dapat membahayakan organisme tersebut. Amoniak biasanya timbul akibat kotoran organisme dan hasil aktifitas jasad renik dalam proses dekomposisi bahan organik yang kaya akan nitrogen. Tingginya kadar amoniak biasanya diikuti naiknya kadar nitrit, mengingat nitrit adalah hasil dari reaksi oksidasi amoniak oleh bakteri Nitrosomonas. Tingginya kadar nitrit terjadi akibat lambatnya perubahan dari nitrit ke nitrat oleh bakteri Nitrobacter.


h. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut dalam perairan sangat dibutuhkan semua organisme yang ada di dalamya untuk pernafasan dalam rangka melangsungkan metabolisme dalam tubuh. Oksigen yang ada dalam air bisa masuk melalui difusi dengan udara bebas, hasil fotosintesis dari tanaman dalam air dan adanya aliran air baru. Dalam penentuan lokasi pembenihan kerapu kandungan oksigen perairan tidak merupakan faktor utama, karena dalam operasionalnya, kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dari sumber pengudaraan tersendiri yaitu dengan memakai sumber pengudaraan (blower). Akan tetapi kandungan oksigen suatu perairan perlu diketahui untuk menduga kesuburan perairan tersebut secara keseluruhan dan dapat dipakai untuk mengetahui kadar BOD maupun COD.


i. Bahan Organik

Bahan organik merupakan berbagai bentuk ikatan kimia karbon dan nitrogen dengan unsur-unsur lain yang terikat yang terikat pada atom karbon (Nebel, 1987). Bahan organik yang terkandung dalam perairan biasanya berasal dari sisa-sisa organisme yang mati.  Pengaruh bahan organik secara langsung pada organisme yang dipelihara adalah gangguan sistem pernapasan. Kandungan bahan organik tinggi dapat menyebabkan blooming fitoplankton, hal ini dapat menurunkan kandungan oksigen yang akhirnya menurunkan kualitas air. Selain akibat kompetisi oksigen, penguraian bahan organik oleh bakteri juga membutuhkan oksigen yang cukup banyak. Penguraian bahan organik dapat juga terjadi pada kondisi tanpa oksigen (anaerob) dengan produk akhir adalah senyawa organik (asam) dan mikroba patogen yang memang bertahan hidup dalam keadaan anaerob. Jika penguraian bahan organik terjadi dalam kondisi aerob maka yang dihasilkan adalah unsur-unsur hara yang berguna bagi mikro alga nabati.


j. Sumber Polutan (pencemaran)

Pemantauan terhadap sumber cemaran terdekat perlu diketahui sejak dini agar kemungkinan masuknya polusi ke perairan lokasi calon pembenihan dapat diperhitungkan sebelum lokasi tersebut ditentukan. Pada Tabel 3. tercantum kisaran beberapa parameter kualitas air laut yang penting dalam pembenihan kerapu dari hasil kajian di BBL Lampung. Sumber polutan pada lingkungan perairan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumber tetap dan sumber tersebar. Sumber polutan yang tetap berasal dari industri, sedangkan sumber polutan tersebar berasal dari rumah tangga, peternakan, tempat akhir pembuangan sampah, limpasan daerah pertanian dan sebagainya. Masing-masing sumber polutan dan karakteristiknya disajikan dalam Tabel 4. Oleh karena itu dalam penentuan lokasi pembenihan kerapu keberadaan sumber polutan perlu dihindari.


Tabel 3. Standar Mutu Air Laut di Balai Budidaya Laut untuk Pembenihan Kerapu

No
Parameter
Kisaran Nilai
Satuan




1
Suhu
28-32
oC
2
Salinitas
30-32
ppt




3
Kesadahan
80 - 120
Mg/L




4
pH
7 - 8
-




5
DO
> 5
ppm




6
Phosphat
< 0,1
Mg/L




7
Amoniak
< 0,5
Mg/L




8
Kecerahan
Maksimum
-




9
NO2-N
< 0,1
Mg/L




10
NO3-N
< 0,5
Mg/L





  Tabel 4. Sumber Polutan dan Karakteristiknya
o.
Kelompok
Efek
Sumber
Polutan










1.
Cemaran
yang
Deoksigenasi, kondisi an
Pabrik gula, alcohol, beer,

dapat

terurai
aerobic, bau, mengakibatkan
pulp dan kertas, susu,

secara
biologis
ikan mati, ternak keracunan,
lapisan logam pabrik

(BOD).
Racun
plankton mati, akumulasi pada
NaOH, pabrik bakteri,

primer  :  As,
CN,
ikan dan moluska.
penyamakan kulit, refining

Cr, Cd, Co, F, Hg,

bauksit.

Pb, Zn








2.
Asam dan Basa
Mengakibatkan rusaknya buffer
Drainase tambang batu





pH, gangguan ekosistem
bara, manufaktur bahan





perairan.
kimia tekstil, scouring






wool, laundry.





3.
Desinfektan
Cl2,
Mematikan secara selektif
Pemutihan kertas dan

H2O2,   Formalin,
mikroba, rasa, bau, terbentuknya
tekstil, manufaktur warna

Phenol


senyawa Trihalometana.
dan bahan kimia,






pembuatan gas, coke, tar.






4.
Ion:  Fe,
Mn,
Ca,
Mengubah karakteristik air
Metalurgi semen, keramik.

Mg, Cl, SO4

noda, kesadahan, salinitas,






kerak.






5.
Zat
Pengoksidasi
Kesuburan
Gas dan coke, pabrik

dan

Pereduksi
berlebihan,bau,pertumbuhan
pupuk,manufactur zat

:NH3,   NO2,  NO3,
pesat bakteri selektif.
warna dan serat

S, SO3



sintetik,pulping.





6.
Cemaran
yang
Buih,padatan
Detergen,penyamakan

dapat
terlihat
dan
mengendap,bau,minyak,
kulit,prosesing bahan

tercium


emak,kematian ikan,hewan air
makan,pengilangan





dan burung.
minyak pabrik gula.





7.
Organisme

Infeksi pada manusia dan
Limbah rumah potong

Patogen : Bacillus
reinfeksi hewan.
hewan, Peternakan,

Anthracis,  Fungi,

prosesing wool.

Virus














k. Red Tide

Red Tide merupakan sebuah fenomena alam air laut yang berubah warna menjadi merah yang disebabkan oleh ganggang api pada musim tertentu (fitoplankton). Red Tide dapat menyebabkan kematian massal biota laut, perubahan struktur komunitas ekosistem perairan, keracunan dan juga bisa menyebabkan kematian pada manusia. Ini terjadi dikarenakan fitoplankton tersebut mengeluarkan racun. Pada wilayah perairan yang sudah pernah terjadi red tide akan memungkinkan kembali terjadi Red Tide dalam periode waktu yang sama. oleh karena itu sebaiknya pemilihan wilayah perairan seperti ini di hindari karena dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar.

  
2.            Kualitas Tanah, Elevasi Lahan dan Pasang Surut

Dalam mendirikan suatu bangunan dalam hal ini untuk kegiatan pembenihan kerapu tidak lepas dari penentuan tanah yang akan digunakan. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah sifat fisik tanah, meliputi sifat partikel tanah. Sifat kimia tanah hanya perlu diukur jika akan membuka kegiatan perikanan yang langsung berhubungan dengan tanah, seperti : pertambakan atau kolam. Sedangkan sifat partikel tanah perlu diperhitungkan jika diatasnya akan didirikan suatu bangunan.


Sifat partikel tanah yang paling penting dalam pembentukan karakter tanah adalah sifat hubungan partikel lainnya. Struktur tanah lepas (pasir) dan remah serta kemampuan drainase merupakan unsur pokok yang perlu diperhitungkan dalam menganalisa keadaan fisik tanah. Struktur lepas (berpasir) lebih mudah tererosi dibandingkan struktur tanah yang remah maupun liat. Akibatnya bila dibagian atasnya terdapat beban berat (beton/besi) lama-kelamaan akan rusak atau retak jika konstruksinya jelek. Oleh karenanya pemilihan lokasi sebaiknya memiliki tanah yang partikelnya padat selain itu juga dapat menghindari penimbunan yang memerlukan biaya dan tenaga. Hamparan pantai calon lokasi sebaiknya landai dan tidak terlalu terjal, hal ini seperti tersebut di atas berkaitan juga dengan modal dan teknis operasionalnya nanti. Ketinggian lokasi pembenihan sebaiknya pada areal 0,5 m di atas pasang tertinggi dan periode pasang harian minimal 6 jam.


C.          FAKTOR NON TEKNIS


Faktor non teknis merupakan pelengkap dan pendukung fakltor-faktor teknis dalam memilih lokasi untuk pembenihan ikan kerapu. Dalam penentuan calon lokasi pembenihan, pertama kali perlu diketahui tentang peruntukan suatu wilayah yang biasanya telah terpetakan dalam RUTR (Rencana Umum Tata Ruang) dan tata guna lahan. Memperhatikan RUTR suatu wilayah untuk menghindari konflik kepentingan antar masyarakat atau pengguna sumber daya tersebut. Pembangunan lokasi pembenihan yang dekat untuk kegiatan perikanan akan menimbulkan efek negatif terhadap resiko usaha, kesulitan dalam memperoleh perizinan dan terancamnya kelangsungan usaha dimasa yang akan datang.
  Persyaratan      lokasi   yang   termasuk   faktor  non  teknis   lainnya adalah mengenai kemudahan-kemudahan seperti tersedianya sarana transportasi, komunikasi, instalasi listrik (PLN), tenaga kerja, pemasaran, pasar, sekolah, tempat ibadah, pelayanan kesehatan dan sebagainya.   Sebagai   mahluk sosial, adanya kemudahan-kemudahan tersebut dapat memberikan ketenangan dan kenyamanan dalam bekerja. Hal lain yang dapat mendukung kelangsungan  usaha  adalah  dukungan  pemerintah  setempat,  terutama  masyarakat  sekitar lokasi, sehingga terjadinya konflik atau masalah yang biasanya timbul tidak akan mengancam operasional pembenihan.




DAFTAR BACAAN


Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture Development in Aquaculture and Fish Science, vol. 9. Elsevier Scintific Pub. Com. 318 p.

Brotohadikusumo, N. A., 1997. Dampak Pembangunan Fisik Terhadap Biota Perairan. PPLH UNDIP. Semarang.

KEP. MENKLH No. KEP-02/ MENKLH/ 1/ 1988. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut (Budidaya Perairan).

Moss B., 1980. Ecology of Fish Waters, Blackwell Scintific Publication, London, UK.

Nebel, B.J., 1987. Environmental Science. The Way the World Works. Prentice Hall, Inc.

England Cliffs, Newjersey.

Sim.S.Y., Rimmer,M.A., Toledo.J.D., Sugama,K., Rumengan,I., William,K.C., Philips,M.J. 2005. Panduan Teknologi Hatchery Ikan Laut Skala Kecil. NACA,Bangkok Thialand. 17 pp



Sugama,K., Rimmer,M.A., Ismi,S., Koesharyani,I., Suwirya, K., Giri, N.A., dan Alava , V.R.

2013. Pengelolaan pembenihan kerapu macan ( Epinephelus fuscoguttatus). Suatu panduan Praktik terbaik. ACIAR Canberra.66 hal.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar