Jumat, 27 Maret 2020

HAMA DAN PENYAKIT BAWAL BINTANG


HAMA DAN PENYAKIT

PADA BUDIDAYA BAWAL BINTANG



A. LATAR BELAKANG


Kendala utama pada usaha pembesaran ikan Bawal Bintang adalah terjadinya serangan hama, penyakit ikan dan infestasi parasit. Penyakit didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat menyebabkan ketidak normalan struktur dan fungsi atau terjadinya perubahan anatomi kimia ataupun fisiologis yang ditunjukkan oleh organisme melalui tanda-tanda yang spesifik maupun tidak spesifik. Penyakit terjadi akibat adanya interaksi antara inang, patogen dan lingkungan yang tidak seimbang. Kondisi lingkungan yang tidak optimum dapat menimbulkan stress dan menyebabkan penurunan daya tahan tubuh ikan terhadap penyakit. Untuk itu perlu dilakukan monitoring secara rutin untuk mengetahui kondisi kesehatan ikan, sehingga dapat dilakukan upaya pengendalian sedini mungkin apabila terjadi serangan penyakit. Sedangkan serangan hama pada kegiatan budidaya ikan biasanya tidak separah serangan penyakit ikan.


Hama biasanya berukuran lebih besar dibandingkan ikan yang dibudidayakan dan secara langsung maupun tidak langsung dapat mengganggu, membunuh dan memangsa ikan. Hama yang biasa dijumpai pada pembesaran ikan Bawal Bintang dikatagorikan dalam jenis kompetitor (pesaing) dan predator (pemangsa).


Serangan hama dan penyakit pada pembesaran ikan Bawal Bintang apabila tidak segera dilakukan penanganan akan menyebabkan penurunan produksi sehingga akan merugikan para pembudidaya.



B.    JENIS HAMA DAN PENYAKIT

1. Jenis Hama

Jenis hama yang dijumpai pada pembesaran ikan Bawal Bintang :


a. Kompetitor (pesaing)

Organisme ini menimbulkan persaingan dengan Bawal Bintang yang dipelihara dalam hal mendapatkan makanan, oksigen, dan ruang gerak. Organisme pesaing bisa berupa alga, kerang-kerangan, teritip, kepiting dan lumut yang semuanya biasa menempel pada jaring


b. Predator (pemangsa)

Hama pemangsa atau predator adalah organisme yang dapat memangsa ikan budidaya. Sebagai pemangsa, hama ini memangsa ikan sebagai makanannya. Predator atau pemangsa pada usaha pembesaran Bawal Bintang biasanya dijumpai burung Camar.


c. Perusak sarana

Hama perusak sarana adalah organisme yang dapat menimbulkan kerusakan sarana budidaya. Organisme yang termasuk perusak sarana budidaya, misalnya ikan buntal yang memiliki sifat merobek jaring KJA.


2. Jenis Penyakit

Pada umumnya timbulnya penyakit pada pembesaran ikan Bawal Bintang disebabkan karena kurangnya penerapan pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan. Kondisi lingkungan yang kurang mendukung seperti jarring kotor, tidak pernah atau jarang dilakukan perendaman air tawar dan kebersihan sekitar KJA yang kurang diperhatikan, akan memicu timbulnya serangan penyakit. Beberapa jenis penyakit yang sering menyerang pada pembesaran ikan Bawal Bintang antara lain: a. Penyakit parasitik

Penyebab :

1.  Parasit Metazoa

a)  Trematoda Insang : Pseudorhabdo synocus sp., Diplectanum sp. dan Haliotrema sp.

b)  Trematoda kulit  : Benedenia sp.

2.  Protozoa

a)      Ichthyophthirius multifillis

b)      Cryptocaryon irritans

c)      Amyloodinium ocellatum

d)      Trichodina sp.

50



3.  Isopoda

a)      Rhexanella sp.

b)      Caligus sp.

c)      Hirudinae (Lintah ) : Zeylanicobdella sp.





Gambar 9. Ikan terinfeksi Pseudorhabdosynocus sp.




  Gambar 10. Ikan terinfeksi Trichodina sp.



Gambar 11. Ikan terinfeksi Gambar 3Benedenia. sp.





Gambar 12. Ikan terinfeksi Amyloodinium ocelatum




b. Penyakit bakterial

Biasanya penyakit bakterial timbul sebagai infeksi sekunder akibat infestasi parasit yang tidak segera dilakukan penanganan ataupun infeksi primer. Gejala penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri sangat tergantung pada pathogenesis bakteri yang menyerang. Berdasarkan kemampuannya menyebar kebagian-bagian tubuh ikan, infeksi bakteri dapat bersifat lokal atau sistemik. Sedangkan berdasarkan waktu serangnya dapat bersifat akut atau kronis. Penyakit bakterial yang umum menyerang pada pembesaran ikan Bawal Bintang adalah vibriosis. Vibriosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Vibrio spp. Terdapat dua bentuk vibriosis, yaitu external haemorragi and dermatitis vibriosis dan gastrointestinal vibriosis. Padaexternal haemorragi and dermatitis vibriosis, ikan menunjukkan gejala-gejala eksternal yang khas. Sedangkan pada gastrointestinal vibriosis tidak ditemukan gejala eksternal kecuali tubuh menjadi lebih gelap. Jenis bakteri vibrio yang biasa menginfeksi adalah V. algynolitycus, V. vulnivicus, V parahaemolyticus dan V. ordalli, selain itu teridentifikasi bakteri Tenacibaculum maritinum. Ikan yang terinfeksi bakteri tersebut mengalami perubahan morfologi pada insang, berupa gumpalan berwarna kuning kecoklatan.


 Gambar 13. Nekrosismultifokal pada hati ikan terinfeksi Tenacibaculum maritinum


 Gambar 14. Gumpalan berwarna kuning kecoklatan pada ikan terinfeksi



Pada umumnya kasus infeksi bakterial ditandai dengan perubahan makroskopis organ dalam berupa nekrosis multi fokal pada organ hati, diikuti dan/ atau tidak pembengkakan organ limpa dan ginjal.


c.    Penyakit Viral

1.  Infeksi iridovirus

Kondisi ikan yang prima pada kasus infeksi iridovirus, infeksi bersifat kronis dengan kematian yang relatif rendah. Morbiditas dan mortalitas bervariasi, antara 30 sampai dengan 100%, tergantung spesies, umur, infeksi lain yang menyertai serta kondisi lingkungan.


2. Infeksi VNN

Terjadi terutama sepanjang periode pembenihan larva dan proses budidaya ikan berlangsung. VNN merupakan penyakit berbahaya dapat menyerang stadia larva, juvenile, pembesaran dan induk. Kematian yang disebabkan virus ini dapat mencapai 100% pada stadia larva, tetapi tidak demikian pada stadia juvenile dan fingerling serta induk.


d. Penyakit non infeksi

Penyakit yang disebabkan oleh bukan jasad hidup/ organism patogen, antara lain disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti kepadatan ikan terlalu tinggi, penanganan, variasilingkungan (oksigen, suhu, ph, salinitas, dsb), biotoksin (toksin alga, toksin zooplankton, dsb), pollutan, rendahnya mutu pakan dan lain-lain.


C. CARA PENANGGULANGAN


1.    Hama

a.  Kompetitor (pesaing)

Untuk menanggulangi hama jenis kompetitor di KJA, bisa mengganti jaring yang telah ditempeli alga, lumut, teritip, dan kerang-kerangan dengan jarring baru. Dengan demikian, sirkulasi oksigen dan sinar matahari tidaka kan terhalang oleh organism tersebut. Untuk jaring yang memiliki mata jaring 1 inci, dibutuhkan waktu untuk ganti jaring sekitar 2 minggu, sedangkan untuk mata jaring berukuran 2 inci dibutuhkan waktu ganti sekitar 3-4 minggu tergantung kondisi perairan di lokasi budidaya.


b.   Predator (pemangsa)

Untuk menanggulangi hama burung, bisa menggunakan tutup/ paranet pada permukaan KJA agar tidak menyambar ikan.


c. Perusak sarana

Untuk mengantisipasi ikan Buntal sebagai salah satu hama perusak sarana, sebaiknya dipilih lokasi yang dasar perairannya tidak terlalu dekat dengan dasar KJA, minimal 1 m. Habitat ikan Buntal adalah dasar perairan (demersal) sehingga akan memancingnya untuk menyerang KJA jika jarak dasar perairan dengan KJA terlalu dekat.


2. Penanganan penyakit parasitik :

a. Trematoda Insang : Pseudorhabdo synocus sp., Diplectanum sp. dan Haliotrema sp. Perendaman formalin 25 – 30 ppm selama 30-60 menit (disesuaikan dengan ukuran dan kondisi ikan Bawal Bintang), dilakukan 3 hari berturut-turut disertai aerasi kuat


b. Trematoda kulit  : Benedenia sp.

-  Perendaman air tawar selama 5-10 menit (disesuaikan dengan ukuran dan kondisi ikan Bawal Bintang), dilakukan 3 hari berturut-turut, disertai aerasi kuat.

-  Perendaman H2O2 150 ppm selama 10-15 menit (tergantung ukuran dan kondisi ikan Bawal Bintang)


c.  Protozoa

Perendaman formalin 37%, 25 – 30 ppm selama 30-60 menit (tergantung ukuran dan kondisi ikan Bawal Bintang), dilakukan 3 hari berturut-turut disertai aerasi kuat


d.   Rhexanella

Diambil satu per satu dengan menggunakan pinset


e.    Caligus sp.

Perendaman air tawar selama 5-10 menit (tergantung ukuran dan kondisi ikan Bawal Bintang), dilakukan 3 hari berturut-turut, disertai aerasi kuat


3. Penanganan infeksi bakteri

Untuk penanganan penyakit akibat infeksi bakteri dapat dilakukan pemberian anti bakteri dengan dosis sesuai pada kemasan. Sebaiknya penggunaan anti bakteri disesuaikan dengan jenis bakteri yang menyerang. Untuk menambah dan mempertahankan daya tahan tubuh ikan, perlu ditambahkan multivitamin dan vit C. Penggunaan obat-obatan disarankan yang telah terdaftar KKP. Saat ini upaya pencegahan serangan penyakit akibat infeksi Vibriosis dapat dilakukan melalui vaksinasi.


4. Penangan infeksi virus

Sampai saat ini belum ada pengobatan untuk serangan penyakit akibat infeksi virus. Sebagai tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan pemilihan benih yang bebas virus, pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan secara terpadu serta monitoring secara berkala, sehingga dapat diketahui apabila terjadi serangan penyakit sedini mungkin. Upaya pencegahan untuk infeksi iridovirus dapat dilakukan dengan vaksin inaktif iridovirus.

  
Pencegahan merupakan langkah paling ideal untuk pengendalian penyakit pada perikanan budidaya. Strategi pencegahan penyakit secara dini yang diyakini lebih fektif dan prospektif adalah  melalui vaksinasi. Program vaksinasi untuk mencegah beberapa penyakit  potensial  pada  perikanan  budidaya.  Keberhasilan  vaksin  akan  menumbuhkan system kekebalan (immune) spesifik yang secara alamiah bekerja untuk mempertahankan tubuh dari serangan agensia penyakit tertentu


5. Penangan penyakit non infeksi

Penanganan penyakit non infeksi dapat dilakukan dengan menerapkan alternative

strategi pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan melalui upaya pencegahan antara lain

biosecurity, probiotik, manajemen pakan, terapi herbal dan monitoring.




DAFTAR PUSTAKA


Afriantono, E dan EviLiviawaty.1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Anonim.2005., Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Publikasi oleh Direktur Kesehatan Ikan dan Lingkungan. DKP. Jakarta.

Cameron, A. 2002. Survey Toolbox for Aquatic Animal Diseases. A Practical Manual and Software Package. ACIAR Monograph, No. 94, 375p.

Ditkeskanling. 2013. Pedoman Penggunaan Vaksin. Jakarta :Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, DJPB – KKP.

Gilda, D., Lio – Po and Leobert, D.P. (2009) Viral Disease Chapter I.

http://rfdp.seafdec.org.ph. Diakses 27 Februari 2013.

Irianto.A.(2005). Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Koesharyani I, D. Roza, K. Mahardika, F. Johnny, Zafran. 2001. Manual for Fish Diseases Diagnosis II Marine Fish and Crustacean Diseases in Indonesia

Johnny.F. dan D.Roza.2002. Kejadian Penyakit Pada Budidaya Ikan Kerapu dan Upaya Pengendaliannya. Laporan Hasil Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. Bali.14 hal.


Smail, D.M.; and Munro, A.L.S.(1989). The Virology of Teleost.Dalam : Roberts, R.J.

(Ed.). Fish Pathology. Second Ed. Bailliere Tindall, London. Hal : 173241

Zafran, I. Koesharyanidan F. Johny.1998. Manual for Fish Diseases Diagnosis Marine Fish and Crustacean Diseases in Indonesia





Tidak ada komentar:

Posting Komentar