PINDANG
IKAN KEMBUNG
1.
Prinsip pemindangan
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat
selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan
mati menyebabkan pembusukan. Sehingga dengan sifat ikan yang mudah rusak maka perlu
adanya pengolahan lebih lanjut untuk mempertahankan daya simpan ikan. Salah
satu cara mudah untuk mempertahankan daya simpan ikan adalah dengan pemindangan.
Pemindangan merupakan salah satu olahan tradisional ikan yang sangat populer di
Indonesia
Pemindangan ikan adalah hasil olahan ikan dengan cara kombinasi perebusan/pemasakan
dan penggaraman. Pindang mempunyai penampakan,
citarasa, tekstur dan keawetan yang khas dan bervariasi sesuai dengan jenis ikan, kadar garam, dan lama perebusan. Ikan yang digunakan sebagai bahan baku ikan pindang sebaiknya ikan yang masih segar. Ikan pindang yang dihasilkan dari ikan yang kurang segar mempunyai penampakan jelek (karena daging hancur selama perebusan) dan rasa yang terlalu asin (karena penetrasi garam akan berlangsung lebih cepat).
citarasa, tekstur dan keawetan yang khas dan bervariasi sesuai dengan jenis ikan, kadar garam, dan lama perebusan. Ikan yang digunakan sebagai bahan baku ikan pindang sebaiknya ikan yang masih segar. Ikan pindang yang dihasilkan dari ikan yang kurang segar mempunyai penampakan jelek (karena daging hancur selama perebusan) dan rasa yang terlalu asin (karena penetrasi garam akan berlangsung lebih cepat).
Garam yang digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus
memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan pemanasan mematikan sebagian besar bakteri
pada ikan, terutama bakteri pembusuk dan pahtogen. Selain itu, pemanasan dengan
kadar garam tinggi menyebabkan tekstur daging ikan berubah menjadi lebih
kompak. Ikan pindangpun menjadi lebih lezat dan lebih awet dibanding ketika
masih segar.
Pindang umumnya tidak terlalu awet karena masih mempunyai
aktivitas air yang relatif tinggi dan sesuai bagi pertumbuhan mikroorganisme,
terutama bakteri pembentuk lendir dan kapang. Pemanasan yang diberikan pada
umumnya tidak terlalu mampu membasmi semua mikroorganisme. Selama penyebaran
dan penjualan, pindang sangat mudah mengalami kontaminasi mikroorganisme. Kerusakan
pindang yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme ditandai dengan
pembentukan lendir, pertumbuhan kapang, dan teksturnya yang menjadi hancur.
Daya awet ikan pindang tidak terlalu lama.
Pindang naya hanya tahan kira-kira 3-4 hari, sedangkan pindang
paso hanya tahan kira-kira 6-7 hari setelah tutup wadah dibuka. Karena rasanya
yang tidak asin, pindang mempunyai kedudukan yang sangat strategis terutama
dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi sebagian penduduk Indonesia,
disamping dapat menunjang peningkatan penghasilan nelayan tradisional.
Produsen terbesar pindang ikan (68,43 persen) adalah di Jawa;
15,34 persen di Sumatera; 12,25 persen di Bali dan Nusa Tenggara; 3,39 persen
di Sulawesi, dan 0,04 persen di Kalimantan. Beberapa contoh pindang yang cukup
terkenal adalah pindang pekalongan, pindang kudus, pindang juwana, pindang
tuban, dan pindang muncar.
Ikan pindang mungkin bukan sesuatu yang istimewa, namun merupakan
salah satu alternatif sumber gizi masyarakat yang digemari. Selain bergizi,
harganya pun terjangkau. Tidak heran, banyak orang berminat berjualan ikan
pindang sebagai sumber pendapatan mereka. Ikan pindang yang mudah diperoleh di
pasar-pasar, menyimpan protein tinggi. Selain itu, terdapat pelbagai unsur
mineral dan vitamin A. Unsur lainnya adalah asam lemak omega-3, yang sangat
bermanfaat untuk menangkal pelbagai penyakit degeneratif
Dibanding pengolahan ikan asin, pemindangan mempunyai beberapa keuntungan,
yaitu:
a.
Cara pengolahannya sederhana
dan tidak memerlukan alat yang mahal,
b.
Hasilnya berupa produk
matang yang dapat langsung dimakan tanpa perlu
dimasak terlebih dahulu,
dimasak terlebih dahulu,
c.
Rasanya cocok dengan selera
masyarakat Indonesia pada umumnya,
d.
Dapat dimakan dalam jumlah
yang relatif banyak, sehingga sumbangan
proteinnya cukup besar bagi perbaikan gizi masyarakat.
proteinnya cukup besar bagi perbaikan gizi masyarakat.
2.
Jenis-jenis pindang di Indonesia
Pemindangan
dapat dikelompokkan berdasarkan proses, wadah yang digunakan, jenis ikan,
perlakuan atau bumbu yang ditambahkan serta daerah asal. Jenis-jenis ikan
pindang di Indonesia dapat dilihat pada Tabel
Tabel . Jenis-jenis Ikan Pindang di Indonesia
No
|
Dasar
Pengelompokan
|
Nama dalam
Perdagangan
|
1
|
Proses
|
·
Pindang air garam/cue (perebusan di
dalam air garam)
· Pindang garam (pemanasan dengan sedikit garam dan sedikit air) · Pindang Presto (Pemindangan dengan suhu tinggi, pindang duri lunak) |
2
|
Wadah
|
·
Pindang naya (pindang cue dengan wadah naya)
· Pindang besek (pindang cue dengan wadah besek) · Pindang badeng (pindang garam dalam wadah badeng) · Pindang paso (pindang garam dalam paso) · Pindang kendil (pindang garam dalam kendil) |
3
|
Jenis
Ikan
|
·
Pindang Bandeng
· Pindang Tongkol · Pindang kembung · Pindang Lemuru · Pindang Tawas · Pindang Gurami |
4
|
Bumbu
|
Pindang
bumbu (memakai bumbu tambahan misalnya kunyit)
|
5
|
Asal
|
Pindang
Pekalongan
Pindang Kudus Pindang Juwono Pindang Tuban Pindang Muncar |
3.
Pengolahan pindang ikan kembung
a. Alat :
Ø Timbangan
Ø Kompor / tungku
Ø Pendil/Naya/Besek
Ø Pan / plastic
Ø Pisau
Ø Talenan
b. Bahan :
Untuk bahan baku pengolahan ikan pindang diusahakan ikan yang
masih dalamkeadaan segar sehingga ikan pindang yang dihasilkan padat, utuh dan
bagus penampakannya.
§ Ikan kembung segar = 10 Kg
§ Garam 25% = 4 Kg
§ Merang / daun pisang secukupnya
c. Cara Pengolahan
:
1)
Ikan Kembung segar disiangi
(dibersihkan bagian insang, sisik dan isi perut)
2)
Ikan kemudian dicuci bersih
dan ditiriskan.
3)
Ikan disusun berselang
seling dengan garam (secukupnya) dalam naya (keranjang bambu)
4)
Kemudian direbus dalam kwali
tanah selama 30 – 60 menit air yang keluar dihilangkan.
5)
Ulangi langkah tersebut
(no.3) sekali lagi tanpa air.
6)
Ikan pindang kering siap
disajikan atau diproses lebih lanjut.
Sumber : Modul
Pengolahan Ikan Kembung, Pusat
Penyuluhan Kelautan dan Perikanan KKP, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar